RSS

SIFAT-SIFAT PROTOPLASMA

KEHIDUPAN TINGKAT SEL
“Sifat – Sifat Protoplasma”


Oleh :
1.    Wahyu Lailatul Azizah    (12030654001)
2.    Ella Wahyuni                  (12030654039)



UNIVERSITAS NEGERI SURABAYA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN IPA
2014






SIFAT – SIFAT PROTOPLASMA

1.       Tak Tersaring
Protoplasma merupakan cairan yang mengandung bahan organik seperti karbohidrat, lemak, protein, dan asam nukleat, serta bahan anorganik seperti air, garam, dan partikel-partikel lainnya. Hal tersebut menjadikan protoplasma sebagai sistem koloid. Seperti yang diketahui bahwa bentuk koloid merupakan cairan yang kental. Misalnya seperti sirup. Karena dia bersifal cair, maka protoplasma dapat mengalir. Dan karena sifatnya yang kental menjadikan aliran cairan protoplasma tidak mudah terputus atau berbeda dengan air. Koloid tidak dapat dipisahkan dari fase pendispersi maupun terdispersinya walaupun melewati penyaringan atau teknik pemisahan campuran lainnya. Oleh karena itu protoplasma bersifat tak tersaring.

2.       Memperlihatkan Efek Tyndall
Protoplasma merupakan suatu koloid yang bersifat polifasik. Koloid merupakan suatu bentuk campuran (sistem dispersi) dua atau lebih zat yang bersifat homogen namun memiliki ukuran partikel terdispersi yang cukup besar (1 - 1000 nm), sehingga terkena efek Tyndall. Bersifat homogen berarti partikel terdispersi tidak terpengaruh oleh gaya gravitasi atau gaya lain yang dikenakan kepadanya; sehingga tidak terjadi pengendapan, misalnya. Sifat homogen ini juga dimiliki oleh larutan, namun tidak dimiliki oleh campuran biasa (suspensi). Sebagaimana system koloid yang lain, sel juga dapat memperlihatkan efek tyndall.
Efek Tyndall ialah gejala penghamburan berkas sinar (cahaya) oleh partikel-partikel koloid. Hal ini disebabkan karena ukuran molekul koloid yang cukup besar. Efek Tyndall ini ditemukan oleh John Tyndall (1820-1893), seorang ahli fisika Inggris. Oleh karena itu sifat itu disebut efek tyndall. Efek Tyndall adalah efek yang terjadi jika suatu larutan terkena sinar. Pada saat larutan sejati disinari dengan cahaya, maka larutan tersebut tidak akan menghamburkan cahaya, sedangkan pada sistem koloid, cahaya akan dihamburkan. hal itu terjadi karena partikel-partikel koloid mempunyai partikel-partikel yang relatif besar untuk dapat menghamburkan sinar tersebut. Sebaliknya, pada larutan sejati, partikel-partikelnya relatif kecil sehingga hamburan yang terjadi hanya sedikit dan sangat sulit diamati.


3. Memperlihatkan Gerak Brown
Protoplasma pada dasarnya terdiri dari air dengan berbagai tingkat ketercairan dan terdapat partikel – partikel yang berukuran 0,001μ – 0,1μ dan sejumlah vakuola kecil-kecil dengan cairan di dalamnya. Oleh karena itu, protoplasma tampak sebagai koloid dari pada larutan ataupun suspensi. Partikel protoplasma bila diamati dibawah mikroskop ultra nampak sebagai bintik-bintik bercahaya yang selalu bergerak secara acak tidak beraturan dengan jalan berliku-liku atau zigzag. Gerakan acak partikel koloid tersebut dalam suatu medium pendispersi ini disebut gerakan Brown.


Partikel – partikel protoplasma senantiasa bergerak. Gerakan tersebut bersifat acak seperti pada zat cair dan gas. Protoplasma memiliki medium pendipersi zat cair , sehingga partikel-partikel menghasilkan tumbukan. Tumbukan tersebut berlangsung dari segala arah. Partikel koloid cukup kecil, tumbukan cenderung tidak seimbang. Dan menyebabkan perubahan arah partikel sehingga terjadi gerak zigzag atau gerak brown.
Semakin kecil ukuran partikel protoplasma, semakin cepat gerak brown. Semakin besar ukuran partikel, semakin lambat gerak brown.
Gerak Brown dipengerahui oleh suhu. Semakin tinggi suhu, semakin besar energi kinektik yang dimiliki partikel medium. Akibatnya, gerak Brown dari partikel fase terdispersinya semakin cepat. Semakin rendah suhu, maka gerak Brown semakin lambat.
Partikel zat terlarut akan mendifusi dari larutan yang konsentrasinya tinggi ke daerah yang konsentrasinya lebih rendah. Difusi erat kaitannya dengan gerakan Brown, sehingga dapat dianggap molekul-molekul atau partikel-partikel protoplasma mendifusi karena gerakan Brown.
Partikel-partikel koloid mempunyai kecenderungan untuk mengendap karena pengaruh gravitasi bumi, sama halnya dengan protoplasma. Hal tersebut bergantung pada rapat massa partikel terhadap mediumnya. Jika rapat massa partikel lebih besar dari medium suspensinya, maka partikel tersebut akan mengendap. Sebaliknya bila rapat massanya lebih kecil akan mengapung. Hal ini juga yang mendasari terjadinya penggumpalan atau koagulasi pada protoplasma.

4.   Memperlihatkan Viskositas
Viskositas merupakan pengukuran dari ketahanan fluida yang diubah baik dengan tekanan maupun tegangan. Pada masalah sehari-hari (dan hanya untuk fluida), viskositas adalah "ketebalan" atau "pergesekan internal". Semakin rendah viskositas suatu fluida, semakin besar juga pergerakan dari fluida tersebut.
Secara fisis, protoplasma mempunyai viskositas yang bervariasi, tergantung pada ukuran serta densitas (kerapatan) partikel yang ada didalamnya. Viskositas protoplasma pada suatu bagian sel dapat berbeda dari bagian yang lain. Keadaan ini dapat dilihat antara lain pada sel amoeba. bagian luar sitoplasma amoeba (ektoplasma) memiliki viskositas yang lebih tinggi dari bagian dalam (endoplasma). Hal ni memungkinkan amoeba dapat bergerak menggunakan kaki semu atau pseudopodia.
Komponen utama protoplasma adalah air, maka sifat-sifat protoplasma juga tidak jauh berbeda dengan air. Beberapa sifat fisika dakimi air diantaranya meliputi kapasitas panas, panas penguapan, dan viskositas (kekentalan) serta sifatnya sebagai molekul bipolar.
a.      Kapasitas panas adalah banyaknya panas yang diperlukan untuk menaikan suhu 1 gr air setinggi 1ºC. Hal tersebut berarti bahwa untuk menaikan suhu air setinggi 1 drajat diperlukan panas atau kaor dari lingkungan dalam jumlah relatif besar. sebaliknya , jiak suhu air turun sebesar  drajat C, panas/kalor dalam jumlah relatif besar akan dilepaskan ke lingkunganya. sifat yang demikian penting untuk menjaga stabilitas suhu.
b.     Panas penguapan adalah jumlah panas atau jumlah energi yang diperlukan untuk mengubah cairan menjadi gas pada suhu yang sama. Hal ini sangat penting untuk hewan untuk menjaga stabilitas suhu tubuhnya. Contoh mekanisme ini adalah tubuh yang berkeringat pada saat berolah raga. Panas suhu tubuh yang meningkat akan diserap oleh keringat. senakin lama kerinagat menempel dikulit, maka semakin banyak keringat menyerap panas dari tubuh hingga akhirnya menguap, selanjutnya suhu tubuh kembali pada keadaan normal.
c.      Viskositas (kekentalan), karena viskositas air relatif rendah menyebabkan air mudah mengalir ke seluruh bagian ruang antar sel didalam tubuh hewan. Kandungan air yang cukup tinggi dalam darah menyebabkan aliran darah berlangsung lancar.

2.     Kemampuan Menggumpal
Suatu koloid bila dibiarkan dalam waktu tertentu akan tergantung oleh gaya gravitasi bumi, sehingga antara partikel dapat saling bergabung membentuk gumpalan yang akan mengendap. Begitu juga dengan protoplasma. Koagulasi sangat bertolak belakang dengan gerak brown. Gerak brown terjadi karena mengimbangi dari adanya gravitasi bumi sehingga terjadi pergerakan secara acar pada partikel-partikel dalam protoplasma. Gerak brown dapat menstabilkan sistem koloid dalam protoplasma karena bergerak secara terus – menerus. Gerakan itu dapat mengimbangi gravitasi sehingga koloid atau protoplasma tidak mengendap.
Selain karena gerak brown, beberapa faktor fisika dan kimia lain juga dapat menyebabkan koagulasi dalam protoplasma, diantaranya yaitu seperti pemanasan, pendinginan dan pengadukan atau secara kimia seperti penambahan elektrolit, pencampuran koloid yang berbeda muatan. Proses kimia yang dapat menyebabkan terjadinya koagulasi, misalnya:
1.      Pencampuran koloid yang berbeda muatan
Bila sistem koloid yang berbeda muatan dicampurkan, akan menyebabkan terjadinya koagulasi dan akhirnya mengendap.
2.      Adanya elektrolit
Bila koloid yang bermuatan positif dicampurkan dengan suatu larutan elektrolit, maka ion-ion negatif dari larutan elektrolit tersebut akan segera ditarik oleh partikel-partikel koloid positif tersebut, dan akibatnya ukuran koloid sangat besar dan akan mengalami koagulasi. Sebaliknya, koloid negatif akan menyerap ion positif dari suatu llarutan elektrolit.



DAFTAR PUSTAKA
Alberts B.,  D. Bray, J. Lewis, M. Raff, K. Robert and J. D. Watson. 1989. Molecular Biology of The Cell. Garland Publishing, Inc., New York & London.
Campbell, Neil & B. Reece, John. 2008. Biologi: Edisi 8, Jilid 1. Jakarta: PT. Gelora Aksara Pratama.
Supeno, Gatot, dkk. 2012. Kehidupan Tingkat Sel. Surabaya : Unesa
Sheeler, P dan Bianchi, D. E. 1987. Cell and Molecular Biology. John Willey & Sons. New York.
Pustekkom UPI. 2004. Sistem Koloid (Online), (http://kimia.upi.edu/utama/bahanajar/kuliah_web/2007/Winiati%20%28044482%29new/animasi%20koloid.html, diakses tanggal 26 September 2014).
Prof. Dr. Tli. W. Engelmann. 1884. Quarterly Journal of Microscopical Science (Physiology of Protoplasmic Movement). [370-418]














  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

4 komentar:

Unknown mengatakan...

Artikel ini sangat lengkap dan informasi yang disajikan sangat sistematis. sehingga dapat dijadikan sebagai referensi mata pelajaran siswa sampai mata kuliah bagi mahasiswa. terimakasih

Unknown mengatakan...

Informasinya sangat lengkap dan bermanfaat. Bisa menambah referensi belajar dan membantu menyelesaikan tugas. Terimakasih sudah berbagi. Keep posting!

Nova agen resmi crystal x mengatakan...

postingannya sangat lengkap. sangat membantu manambah informasi
terimasih sis :)

Unknown mengatakan...

Infonya sangat membantu menambah referensi, terimakasih :)

Posting Komentar